Sejarah membuktikan bahwa setiap cita-cita membutuhkan perjuangan, dan setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan. Setiap cita-cita besar membutuhkan tekad, komitmen, solidaritas dan kebersamaan. Pilihan jalur perjuangan mau pun bentuk organisasi adalah taktik dan strategi untuk mencapai cita-cita jangka panjang yang sudah ditetapkan.
Dalam semangat ini kita dapat rasakan bahwa pedang di kanan dan keris di kiri boleh berganti tetapi yang tak pernah padam adalah semangat perubahan. Partai politik selayaknya senjata dalam medan pertempuran. Bung Karno sebagai pendiri Partai Nasional Indonesia, partai pemenang Pemilu 1955, tidak pernah berpuas diri terhadap senjata yang digenggamnya. Ia bahkan mentransformasikan partainya sesuai dengan tuntutan zaman.
Sebagai manusia politik, saya pribadi telah, sedang, dan akan selalu berpolitik. Lebih 40-an tahun saya berkecimpung dalam dunia politik. Sudah banyak saya jumpai beragam pasang dan surutnya suatu gerakan. Jumlahnya tidak hanya satu-dua, namun puluhan bahkan ratusan. Satu hal yang ingin saya garis-bawahi adalah, sampai saat ini saya belum kunjung menemukan kondisi dari syarat-syarat perubahan bangsa ini. Tidak ada budaya tanding, pemurnian ideologi, maupun pandangan politik yang memiliki daya ubah atas kondisi bangsa yang sedang terpuruk ini.
Perubahan adalah perkara hari ini dan hari depan. Perubahan membutuhkan organisasi politik yang bisa menempa kader dan massa dengan elan pergerakan, memimpin rakyat dengan suri tauladan, serta mengorganisasikan perjuangan untuk menjawab tantangan zaman.
Oleh karena organisasi politik berperan sebagai penggerak social engineering. Organisasi politik harus berdiri atas kejelasan sikap dan arah perjuangan untuk membimbing rakyat. Rakyat adalah faktor pokok perubahan, tetapi tanpa organisasi politik, kekuatan itu akan menguap seperti air yang hilang begitu saja ke angkasa. Namun secara seksama kita sekarang hidup dalam kultur partai politik yang hanya menjadi alat legitimasi segelintir elit dalam memenuhi nafsu kekuasaan tanpa beralaskan kepentingan konstituennya. Jamak sudah berbagai predikat negatif disematkan yang memantik apatisme masyarakat terhadap partai politik. Kehidupan partai politik mengalami disfungsi peran sebagai perpanjangan aspirasi rakyat.
Boleh saja orang berkata ini bahwa ini adalah proses yang dilalui oleh bangsa sebesar Indonesia ini. Transisi menuju demokrasi, begitu mereka menyebutnya. Tetapi jika proses yang berjalan menyisakan kegalauan hati kita sebagai sebuah bangsa, tentu hal ini tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itulah lahir gerakan perubahan yang saya usung melalui Panji Restorasi Indonesia.
Namun saya sadar sepenuhnya bahwa tidak semua golongan bisa menerima ide-ide perubahan. Terlebih bagi kelompok yang sudah merasa “nyaman” dengan kondisi saat ini.
Inilah yang menjadi perenungan, pandangan, serta pendirian saya sebagai seorang yang sudah berkiprah 43 tahun di Partai Golkar dari jenjang paling bawah sampai posisi Ketua Dewan Penasehat. Sebuah perjalanan dan ikhtiar yang tidak mudah untuk dicapai oleh kader-kader partai lainnya. Ini merupakan suatu titik kulminasi, suatu anti klimaks, dimana ide-ide perubahan yang saya usung tidak lagi memperoleh ruang di Partai Golkar.
Inilah ketetapan hati saya sebagai bagian dari kaum pergerakan sekaligus Ketua Umum Nasional Demokrat, bahwasanya tidak ada satu orang pun, kelompok mana pun, yang bisa menghambat gerakan perubahan yang sedang saya gelorakan lewat Panji Restorasi Indonesia. Untuk itulah, saya secara resmi menyatakan KELUAR dari Partai Golkar.
Jakarta, 7 September 2011
SURYA PALOH
Dalam semangat ini kita dapat rasakan bahwa pedang di kanan dan keris di kiri boleh berganti tetapi yang tak pernah padam adalah semangat perubahan. Partai politik selayaknya senjata dalam medan pertempuran. Bung Karno sebagai pendiri Partai Nasional Indonesia, partai pemenang Pemilu 1955, tidak pernah berpuas diri terhadap senjata yang digenggamnya. Ia bahkan mentransformasikan partainya sesuai dengan tuntutan zaman.
Sebagai manusia politik, saya pribadi telah, sedang, dan akan selalu berpolitik. Lebih 40-an tahun saya berkecimpung dalam dunia politik. Sudah banyak saya jumpai beragam pasang dan surutnya suatu gerakan. Jumlahnya tidak hanya satu-dua, namun puluhan bahkan ratusan. Satu hal yang ingin saya garis-bawahi adalah, sampai saat ini saya belum kunjung menemukan kondisi dari syarat-syarat perubahan bangsa ini. Tidak ada budaya tanding, pemurnian ideologi, maupun pandangan politik yang memiliki daya ubah atas kondisi bangsa yang sedang terpuruk ini.
Perubahan adalah perkara hari ini dan hari depan. Perubahan membutuhkan organisasi politik yang bisa menempa kader dan massa dengan elan pergerakan, memimpin rakyat dengan suri tauladan, serta mengorganisasikan perjuangan untuk menjawab tantangan zaman.
Oleh karena organisasi politik berperan sebagai penggerak social engineering. Organisasi politik harus berdiri atas kejelasan sikap dan arah perjuangan untuk membimbing rakyat. Rakyat adalah faktor pokok perubahan, tetapi tanpa organisasi politik, kekuatan itu akan menguap seperti air yang hilang begitu saja ke angkasa. Namun secara seksama kita sekarang hidup dalam kultur partai politik yang hanya menjadi alat legitimasi segelintir elit dalam memenuhi nafsu kekuasaan tanpa beralaskan kepentingan konstituennya. Jamak sudah berbagai predikat negatif disematkan yang memantik apatisme masyarakat terhadap partai politik. Kehidupan partai politik mengalami disfungsi peran sebagai perpanjangan aspirasi rakyat.
Boleh saja orang berkata ini bahwa ini adalah proses yang dilalui oleh bangsa sebesar Indonesia ini. Transisi menuju demokrasi, begitu mereka menyebutnya. Tetapi jika proses yang berjalan menyisakan kegalauan hati kita sebagai sebuah bangsa, tentu hal ini tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itulah lahir gerakan perubahan yang saya usung melalui Panji Restorasi Indonesia.
Namun saya sadar sepenuhnya bahwa tidak semua golongan bisa menerima ide-ide perubahan. Terlebih bagi kelompok yang sudah merasa “nyaman” dengan kondisi saat ini.
Inilah yang menjadi perenungan, pandangan, serta pendirian saya sebagai seorang yang sudah berkiprah 43 tahun di Partai Golkar dari jenjang paling bawah sampai posisi Ketua Dewan Penasehat. Sebuah perjalanan dan ikhtiar yang tidak mudah untuk dicapai oleh kader-kader partai lainnya. Ini merupakan suatu titik kulminasi, suatu anti klimaks, dimana ide-ide perubahan yang saya usung tidak lagi memperoleh ruang di Partai Golkar.
Inilah ketetapan hati saya sebagai bagian dari kaum pergerakan sekaligus Ketua Umum Nasional Demokrat, bahwasanya tidak ada satu orang pun, kelompok mana pun, yang bisa menghambat gerakan perubahan yang sedang saya gelorakan lewat Panji Restorasi Indonesia. Untuk itulah, saya secara resmi menyatakan KELUAR dari Partai Golkar.
Jakarta, 7 September 2011
SURYA PALOH