SAAT ini bangsa Indonesia te rus-menerus mengha dapi masalah yang terbilang kompleks. Salah satunya ialah utang negara yang dari tahun ke tahun jumlahnya cukup signifikan, tanpa ada manfaat yang bisa dinikmati masyarakat banyak.
Karena itu, perlu penyelesaian yang cepat dan tepat dari pemegang otoritas kekuasaan sesuai amanah rakyat.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Nasional Demokrat Surya Paloh ketika melantik Soleh Solahudin sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Organisasi Masyarakat (Ormas) Nasional Demokrat Jawa Barat dan jajaran pengurusnya, di Kota Bandung, kemarin.
Dia memaparkan, pada 1996 utang Indonesia hanya Rp216 triliun. Namun, sekarang jumlahnya terus membengkak hingga mencapai Rp17.033 triliun. Akibatnya negara harus membayar pokok utang dan bunganya yang tidak sedikit, yang menjadi beban negara.
Utang itu sebetulnya tidak akan menimbulkan persepsi negatif jika memang dinikmati dan
bermanfaat bagi rakyat, seperti pembangunan infrastruktur yang efektif, di antaranya pembangunan irigasi dan pelabuhan.
“Ini berbeda dengan yang dihasilkan atas utang negara se banyak itu. Bahkan, rakyatlah yang harus memikul beban berat tersebut, tanpa menikmati manfaat dan hasilnya. Dampak dari ketidakberhasilan memanfaatkan utang tersebut, tindak pidana korupsi dan penyelewengan, serta penyimpangan anggaran negara terjadi di m ana-mana,” cetus Surya.
Dia menilai, perlu langkah progresif dan revolusioner un tuk membenahi beban negara yang begitu berat dipikul rak yat. Dia meminta seluruh elemen masyarakat berpikir positif dan berinovasi dalam membangun bangsa sehingga bisa bersaing secara kompetitif dengan bangsa lain.
“Jangan berpikir kerdil.
Bangsa ini akan kerdil pula, tanpa adanya kemajuan,” tegas Surya.
Dia mengakui, saat ini kehi dupan bangsa tidak membe rikan rasa optimistis ma
syarakat untuk memperoleh keseimbangan.
“Rakyat sangat membutuhkan demokrasi untuk mencapai tujuan. Namun, saat ini masyarakat lebih banyak menuntut hak-haknya dalam berdemokrasi tanpa melaksanakan kewajibannya sehingga tercipta ketidakseimbangan.” Karena itulah, tambahnya, Nasional Demokrat hadir sebagai tanda cinta pada negeri disertai dengan keinginan menciptakan perubahan guna mencapai keseimbangan.
Media Indonesia, 25 September 2011
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Nasional Demokrat Surya Paloh ketika melantik Soleh Solahudin sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Organisasi Masyarakat (Ormas) Nasional Demokrat Jawa Barat dan jajaran pengurusnya, di Kota Bandung, kemarin.
Dia memaparkan, pada 1996 utang Indonesia hanya Rp216 triliun. Namun, sekarang jumlahnya terus membengkak hingga mencapai Rp17.033 triliun. Akibatnya negara harus membayar pokok utang dan bunganya yang tidak sedikit, yang menjadi beban negara.
Utang itu sebetulnya tidak akan menimbulkan persepsi negatif jika memang dinikmati dan
bermanfaat bagi rakyat, seperti pembangunan infrastruktur yang efektif, di antaranya pembangunan irigasi dan pelabuhan.
“Ini berbeda dengan yang dihasilkan atas utang negara se banyak itu. Bahkan, rakyatlah yang harus memikul beban berat tersebut, tanpa menikmati manfaat dan hasilnya. Dampak dari ketidakberhasilan memanfaatkan utang tersebut, tindak pidana korupsi dan penyelewengan, serta penyimpangan anggaran negara terjadi di m ana-mana,” cetus Surya.
Dia menilai, perlu langkah progresif dan revolusioner un tuk membenahi beban negara yang begitu berat dipikul rak yat. Dia meminta seluruh elemen masyarakat berpikir positif dan berinovasi dalam membangun bangsa sehingga bisa bersaing secara kompetitif dengan bangsa lain.
“Jangan berpikir kerdil.
Bangsa ini akan kerdil pula, tanpa adanya kemajuan,” tegas Surya.
Dia mengakui, saat ini kehi dupan bangsa tidak membe rikan rasa optimistis ma
syarakat untuk memperoleh keseimbangan.
“Rakyat sangat membutuhkan demokrasi untuk mencapai tujuan. Namun, saat ini masyarakat lebih banyak menuntut hak-haknya dalam berdemokrasi tanpa melaksanakan kewajibannya sehingga tercipta ketidakseimbangan.” Karena itulah, tambahnya, Nasional Demokrat hadir sebagai tanda cinta pada negeri disertai dengan keinginan menciptakan perubahan guna mencapai keseimbangan.
Media Indonesia, 25 September 2011